Saat ini kampungku kelihatan begitu indah dan ramai, penuh dengan warna warni, disetiap sudut kota yang strategis penuh dengan
baliho, terpampang jelas para politisi yang berlaga untuk memperebutkan
kursi keberuntungan, (coba-coba naik kelapa kalau tidak bisa yach nggak jadi makan
kelapa dong, tapi jangan sampai jadi gila yach, itu pesan saya,
) mulai dari yang hidungnya peset sampai yang mancung, ada yang brewok ada yang berkumis dsbnya, menambah semaraknya suasana kampungku, namun terlepas dari semua itu semua
politisi mempunyai visi dan misi yang sama yakni ingin memajukan dan
mensejahterakan rakyat, pertanyaannya apakah benar begitu,
Dunia politik terkenal dengan jargon” TIDAK ADA KAWAN DAN TIDAK ADA LAWAN, yang ada
adalah kepentingan abadi”. Artinya, apa yang dilakukan oleh politisi itu adalah
apa yang menurut mereka sesuai dengan kepentingan mereka. Dan kepentingan pun
bermacam ragam; kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, golongan, partai,dan
Celakanya, ini sesuai dengan kondisi realitas politik yang ada, jika seorang politisi
bicara, ngomong, kampanye,( nuntu ra tala hum wancu loana weha ade dou re dan ndawi
nggahire auwunga ne,ena dei doure wau,usira rakana kaderare,,hahahae,,de kone
pintu pagar nggak mau dibuka auwalipu kaca otona) , yang ada di
benaknya pastinya adalah berdasarkan
kepentingan rakyat/masyarakat namun
semuanya itu hanyalah strategis belaka
yang ada dibenak mereka adalah atas
kepentingan pribadi dan golongan serta partainya. (the kaaka angi au
mandake lalo,)
Sehingga benar apa yang dikatakan
oleh Charles de Gaulle, Presiden Perancis Pertama, POLITISI ITU NGGAK
PERNAH PERCAYA AKAN UCAPAN MEREKA SENDIRI KARENA ITULAH MEREKA SANGAT TERKEJUT
JIKA RAKYAT MEMPERCAYAINYA
Jadi, unsur subyektivitas relatif amat lekat dengan omongan seorang
politisi, sehingga wajarlah jika mereka berbicara tidak konsisten, (watiloa dei imbi wea nggahina, dan politisi wancuku cowana
pala babau imbikai, bunesi nggahi kapatu mbojore (SANAI AKE NGGAHINA A,
NAISIRE NA NGGAHIKU B the bona jara
parinsip, wati wati kawaramu mori dei
mamadero, oe manusia, the dou ringu,)
Dan berdasarkan realitas politik yang ada–berbohong, (cowa, dambalu),
merupakan tabiat dasar mereka. Tanpa kebohongan seorang politisi tidak akan
eksis, tak kan bertahan lama beredar di kancah dunia politik di manapun, hilang
lenyap ditelan kejujurannya sendiri, tragis!!!
Retorika (kabunga nggahi) menjadi andalan eksistensi politisi. Semakin
retorik, semakin canggih dalam
berkata-kata, semakin piawai diplomasi dan negosiasi, akan semakin membuat
seorang politisi disegani, laku, dan awet. Gawatnya, semua apa yang diutarakan
pastinya bermuara pada kepentingan untuk siapa dan untuk tujuan apa dia bicara.
Dan yang pasti, naturally, semua urusan politik muaranya tiada lain dan tiada
bukan adalah kekuasaan. Padahal, power attends to corrupt, absolute power
attends to corrupt absolutly! Jadi, ya…begitulah! Ngerti ro nuntu re,
kaakakakakakakak?
Pala babau dei lepi kai jabatan re dena
mpoikone mawara landa mure ni ba ne,e mu jabatan, padahal jabatan re na ouku
rawi mpanga babausi ndedekai, bune ja da ndedena labo, piti waura mboto mampoi,
dei kampanye kai, de ngolusire, tiwara makalai ndei rawini selain karo reromu
piti ru,u rakyat ndei bonto kaimu piti kampanyereni,
Semua politisi yang berlaga di pemilu 2014 ini adalah politisi yang egois
dan bermental pengusaha JANGAN Lupa, Dalam, paradigma pengusaha, MENCARI
keuntungan ITU halal, bahkan Wajib. Segala sesuatu Yang Bisa Dijual harus
Dijual. Tidak Boleh gratis. Itulah bisnis. Tidak lebih tidak kurang Dan.
Siapapun menginginkan Hal ITU, termasuk ndaiku. SAYA ingin sukses, Saya ingin
bahagia, Saya ingin kaya. (cou madane,e kaya) TAPI, Saya ingin sesuatu Yang
halal. KARENA itulah, Saya menjadi pebisnis. Bukan menjadi politisi, (nggupa ngaha ara duniake kawara-waraja ruma, aina karaka ne,e
mori dei mamade lenga, )mencari penghidupan/ kekayaan diatas
dunia ini berusahalah sesuai dengan jalan tuhan dan jangan mengikuti nafsu dan
jalan setan, by lahama malada uta,
Tulisan ini terinspirasi dari status facebook temannya
temanku dari kawannya temanku punya
kawan