Intensitas Masyarakat/rakyat yang menggunakan internet semakin tinggi, baik yang menggunakan facebook FB , twitter ,blog dll dimana-mana para penguna internet saling beradu opini tentang capres dan cawapres di PILPRES 2014 .hal ini menunjukan bahwa antusias masyarakat yang berpartisipasi sangat tinggi fenomena ini menunjukan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan yang menuju kearah demokrasi yang lebih baik ,namun sayang tidak didukung oleh sikap dan prilaku yang bijak dari elite-elite politik dan media media social untuk memberikan edukasi yang baik pada rakyat
Terlepas dari semua itu ada aspek yang menarik
untuk kita cermati dalam pelaksanaan PILPRES 2014 ini, bahwa rata rata pengguna
internet di media- media social memanfaatkan fb.twitter,blog dll sebagai ajang
kanpanye, baik kampanye sehat maupun ‘black campagne’. Baik yang dilakukan
oleh relawan yang berbayar ataupun relawan yang tidak berbayar, Hal ini
mendorong masyarakat pengguna jejaring social pun lebih aktif melakukan
posting, baik yang mendukung maupun yang menghujat. tidak sedikit kata-kata
yang kotor bahkan melewati batas pun terlontar.bak cendawa dimusim hujan,
menjamur di semua lini Hal ini ternyata memicu rasa tidak nyaman bagi banyak
pengguna jejaring social yang lainnya.
Dari hasil pantauan penulis di jejaring sosial. Khusus
FB dan Twiter “penulis tidak memperoleh nominal
yang pasti unfriend. Namun ada
peningkatan perbincangan tentang unfriend yang signifikan jelang pemilu ini,”
Peningkatan perbincangan ini, diasumsikan menunjukkan adanya peningkatan jumlah
pencabutan pertemanan.blokir pertemanan dll
Imbas dari kampanye yang terus meningkat di media
social, sejumlah efek buruk pun bermunculan. Salah satu yang paling tampak
adalah aktivitas pemutusan pertemanan. menemukan aktivitas ‘unfriend, unfollow,
block dan unshared’ terkait pemilu meningkat sampai sekitar 3.513 di Twitter dan
fb sebelum pelaksanaan pilpres fenomena
ini tidak ada sama sekali. penyebabnya adalah banyaknya argumen yang kasar atau
mencaci maki tentang capres dan cawapres yang mereka usung atau favoritkan hal inilah yang memicu
adanya pemblokiran pertemanan atau pemutusan pertemanan.
Banyak dari pengamat politik yang berpendapat kandidat
yang bisa kuasai suara di media sosial akan kuasai suara riil. Tapi pandangan
ini keliru. Peran media social memang tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan
adanya media social, sosok capres dan cawapres menjadi lebih dikenal oleh
masyarakat, baik dalam sisi baiknya maupun sisi buruknya. Tetapi yang
memprihatinkan adalah adanya saling menjatuhkan antar pendukung, baik dengan
mengumbar keburukan capres maupun mengunggah kebaikan capres yang di dukung.
Sayangnya ini membuat sebagian masyarakat menjadi saling membenci satu sama
lain.dan jika ini terus berlanjut akan
bisa memperkeruh suasana yang sensitive ini dan bisa-bisa akan berimbas pada
masalah keamanan persatuan dan kesatuan bangsa.
Karena itu, kembalikanlah fungsi jejaring social
dan media social sebagai media pertemanan.dan media untuk saling tukar informasi yang membangun baik mengenai budaya
pengetahuan politik dll Jangan karena
pemilu yang lima tahun sekali, pertemanan kandas lantaran beda capres dan
cawapres yang kita dukung ,,perlu ada
penyatuan persepsi bahwa pemilu PILPRES,ini adalah sebagai ajang untuk memilih
pemimpin yang terbaik dinegeri ini ,siapapun
pemimpinnya tak jadi masalah asal mereka
bisa membawa bangsa dan negeri ini
menjadi negeri yang makmur aman dan bermartabat .ok,,
Namun jika pemimpin hasil
pilpres ini tidak bisa merealisasikan apa yang dijanjikan serta apa yang dia
ucapkan saat berkampanye kewajiban kita bersamalah untuk mengkritisi dan mengkoreksinya agar bangsa yang sama-sama kita cintai ini berjalan
sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 45..Bukankah tujuan kita sama yakni
ingin melihat negeri kita INDONESIA
MENJADI NEGERI YG MAJU AMAN DAN DAMAI ok..so..KITA TETAP BERKAWAN
WALAUPUN KITA BEDA PILIHAN