sekarang ini keadaan negara kita semakin amburadul KKN dan sejenisnya sudah menggurita dinegeri ini dimana mana manusia sudah tidak punya rasa
malu lagi, kita begitu bangga menjadi seorang
yang berbuat curang, mpanga, koruptor, lihatlah bagaimana kenyataan yang
terjadi sekarang ini, untuk menjadi PNS, atau penjabat kita harus punya modal setidaknya 100 jt -125 jt perorang bahkan lebih dari itu dan begitu juga untuk menjadi seorang polisi
atau tentara dan lain sebagainya,
kenyataan ini tidak perlu kita pungkiri atau marah menyinkapinya karena hal ini sudah menjadi hal
yang lumrah di negara ini dan para penjabat seakan menutup mata dengan realita yang
ada ataukah mereka juga ikut terlibat dalam lingkaran setan ini dan lebih anehnya
lagi orang tua kita berusaha semaksimal mungkin melakukan hal itu, mereka
rela mengutang dibank dengan potongan gaji setiap bulan atau menjual kebun,
sawah, demi menyogok supaya anaknya mejadi seorang PNS, sehingga banyak
diantara orang tua kita tertipu orang=orang yang tidak bertanggungjawab, sungguh ironis, bukan
Kenapa hal ini bisa terjadi apakah para penjabat atau orang tua kita tidak mengingat
akhirat lagi. Ataukah mereka sudah
pikun,,(harap jgn marah)
Fenomena ini sungguh membuat hati kita trenyuh, apa gunanya kita sekolah
tinggi-tinggi kalau toh akhirnya, nilai dan status pendidikan serta tingkat
intelektual kita tidak dihargai dan bukan menjadi ukuran penilaian
Jika memang demikian aturan permainannya, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi atau bekerja secara profesinal kalau
penilaian untuk mendapatkan jabatan Cuma berdasarkan lobi dan transaksional, toh pada akhirnya kalau kita mau jadi penjabat kita tinggal melobi dan nyogok aje, SIMPLE BUKAN,
Dan yang paling menyakitkan adalah proses penerimaan tenaga honor atau data
base tiap instansi, kalau kita tidak punya koneksi, keluarga, atau uang, sepintar
apapun atau seberapa tinggi apapun pendidikan kita bukan menjadi ukuran untuk diterima
menjadi tenaga honor, yang menjadi patokan adalah kamu anaknya siapa, jadi tim
suksesnya siapa dan berapa modal yang kamu punya, lihatlah kenyataan sekarang,
premanpun bisa menjadi tenaga honor diinstansi manapun atau pegawai yang malas
dan kinerjanya bobrok bisa menjadi penjabat jika ada SURAT SAKTI DARI PENGUASA,
Persoalan ini sebenarnya mudah sekali kita bongkar jika rakyat, pegawai atau
aparat kepolisian bersinergi untuk
mengatasi masalah ini, dan mempunyai kepedulian moral untuk melaporkan dengan
catatan aparat kepolisian bisa berlaku adil dan profesional dalam menangani dan sigap dalam bertindak dan tidak padang bulu, yang menjadi permasalahan adalah jika ada
laporan dari rakyat, biasanya aparat sangat lambat sekali menangani bahkah ada
kesan membiarkan jika yang dilaporkan itu menyangkut masalah para penjabat,
Saat ini kejujuran dan kepoloson seseorang akan menjadi bumerang bagi
dirinya, bagaimana tidak jika kita ingin menjadi penjabat, pns atau honor
sekalipun kita harus melakukan kkn, atau curang, alias mpanga, atau menyiapkan
uang pelicin jika tidak maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah menjabat, atau
menjadi seorang pns, begitu juga dibidang yang lain seperti penentuan
pengerjaan proyek dll ,
Sampai kapan kenyataan ini terus berlangsung, ayolah kawan/lenga mari kita
kritisi kenyataan ini kalau bukan kita siapa lagi, jika hal ini terus dibiarkan berarti kita telah mendidik
generasi kita menjadi genrasi yang korup, dan generasi kita akan semakin bodoh,
dan bersikap apatis terhadap pendidikan,karena mereka berpikir segala
sesuatunya bisa diselesaikan dengan jalan transaksi, dan akan berimbas pada
kemajuan negeri ini
Melihat kenyataan ini terkadang kita bisa TERJEBAK untuk berpikir nyeleneh,
biarkan saya menjadi seorang koruptor,toh hukumannya sangat ringan dan mudah,
sementara hasil yang kita dapat kita bisa gunakan untuk hidup bermewah-mewah bersama istri dan anak-anak kita , tampa harus bersusah payah lagi, apa jadinya hidup ,dan
negara ini jika tiap individu mempunyai
pola pikir demikian
HIDUP INI MEMANG PILIHAN MAKA PILIHLAH JALAN TUHAN, DAN SINERGIKAN PILHANMU
DENGAN SELALU MENGINGAT AKHIRAT, by lahama malanda uta,