Artikel ini
saya salin dari buku yang dibuat oleh Bapak KH. M. Quraish Shihab dengan judul
“M.Quraish Shihab Menjawab” halaman 618. Mohon maaf yang sebesar-besarnya
kepada beliau apabila sedikit melanggar hak cipta dari buku yang dimiliki
beliau karena salah satu isinya ada yang
saya ambil disini. Hal ini saya lakukan karena saat ini banyak terjadi
perdebatan yang TIDAK
berujung “saling mempertahankan
pendapat” mengenai cara mengatasi
kejahatan,merajalelanya kasus korupsi serta kasus narkoba dan lain-lain di negara indonesia yang kita cintai ini menurut
hukum Islam.
kapan "aib" seseorang
bisa kita bicarakan atau diungkapkan? hal ini berkaitan dengan semakin
maraknya pengungkapan kasus korupsi/kolusi terhadap pejabat di negeri ini.
HUKUM MENGUNGKAP AIB SESEORANG
Pada dasarnya
diharamkan bagi seorang muslim mengungkapkan aib saudaranya karena ini termasuk
kedalam perbuatan ghibah, yaitu mengungkapkan aib saudaranya sesame muslim pada
saat orang itu tidak ada dihadapannya dan saudaranya itu tidak menyukainya jika
berita tersebut sampai kepadanya tanpa adanya suatu keperluan.
Para ulama
mengharamkan ghibah ini jika dilakukan tanpa adanya suatu kepentingan bahkah
termasuk kedalam kategori dosa besar, sebagaimana disebutkan didalam firman
Allah swt :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا
مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya : “Dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat : 12)
Didalam shahih
Muslim dari hadits al ‘Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairoh bahwa
Nabi saw bersabda,”Tahukah kalian apa itu ghibah?’ para sahabat bertanya,”Allah
dan Rasul-Nya lah yang mengetahuinya.” Beliau saw bersabda,”Engkau menyebutkan
apa-apa yang tidak disukai oleh saudaramu.’ Beliau saw ditanya,’Apa pendapatmu,
jika pada saudaraku itu benar ada apa yang aku katakan?’ beliau saw
bersabda,’Jika apa yang engkau katakan itu benar (ada pada saudaramu) maka
sungguh engkau telah melakukan ghibah dan jika apa yang engkau katakana itu
tidak benar maka engkau telah berdusta.”
Namun ghibah atau menyebutkan aib
saudaranya untuk suatu kepentingan maka dibolehkan, dan diantara hal-hal yang
dibolehkannya ghibah adalah :
1.Adanya unsur
kezhaliman.
Dibolehkan
bagi seorang yang dizhalimi untuk mengadukannya kepada penguasa atau hakim atau
orang-orang yang memiliki wewenang atau orang yang memiliki kemampuan untuk
menghentikan kezhaliman orang yang berbuat zhalim itu kemudian orang itu
mengatakan,”Sesungguhnya si A telah merzhalimiku, dia telah berbuat ini
kepadaku, dia telah mengambil itu dariku atau sejenisnya.”
2.Meminta pertolongan untuk menghentikan kemunkaran
dan mengembalikan orang-orang yang berbuat maksiat kepada kebenaran dengan
penjelasannya yang mengatakan kepada orang yang diharapkan kesanggupannya untuk
menghilangkan kemunkaran dengan mengatakan,”Si A melakukan ini dan itu maka
cegahlah dia, atau perkataan sejenisnya.” Maksudnya adalah untuk menghilangkan
kemunkaan dan jika tidak ada maksud yang demikian maka diharamkan.
3.Meminta fatwa, seperti penjelasannya kepada
seorang mufti,”Ayahku telah menzhalimiku atau saudaraku atau fulan dengan
perbuatan ini. Adakah balasannya ? Bagaimana caranya untuk melepaskan diri dari
perbuatan itu dan mendapatkan hakku serta mencegah kezhaliman itu terhadapku?’
atau perkataan-perkatan seperti itu, maka hal ini dibolehkan untuk suatu
kepentingan.
Namun
yang lebih baik baginya adalah dengan mengatakan,”Bagaimana pendapatmu tentang
seorang laki-laki yang melakukan perbuatan ini dan itu, atau seorang suami atau
istri yang melakukan ini dan itu atau sejenisnya.” Ia hanya menyampaikan
substansinya tanpa menyebutkan orangnya meski jika menyebutkan orangnya pun
dibolehkan, berdasarkan hadits Hindun yang mengatakan,”Wahai Rasulullah saw
sesungguhnya Abu Sofyan adalah seorang yang kikir…” dan Rasulullah saw tidaklah
melarang Hindun.
4.Memberikan peringatan kepada kaum muslimin dari
keburukan dan kejahatannya. Hal itu dalam lima bentuk sebagaimana disebutkan
Imam Nawawi :
a. Mengungkapkan ‘cacat’ para perawi dan saksi yang
memiliki cacat, ini dibolehkan menurut ijma’ bahkan diwajibkan demi menjaga
syariah.
b. Memberitahukan dengan cara ghibah saat
bermusyawarah dalam permasalahan keluarga besan, atau yang lainnya.
c . Apabila
engkau menyaksikan orang yang membeli sesuatu yang mengandung cacat atau
sejenisnya lalu engkau mengingatkan si pembeli yang tidak mengetahui perihal
itu sebagai suatu nasehat baginya bukan bertujuan menyakitinya atau merusaknya.
c. Apabila engkau menyaksikan seorang yang faqih,
berilmu berkali-kali melakukan perbuatan fasiq atau bid’ah sedangkan orang itu
menjadi rujukan ilmu sementara kemudharatan yang ada didalam perbuatan itu
masih tersembunyi maka hendaklah engkau menasehatinya dan menjelaskan
perbuatannya itu dengan tujuan memberikan nasehat.
d. Terhadap seorang yang memiliki kekuasaan
(amanah) yang tidak ditunaikan sebagaimana mestinya dikarenakan dirinya tidak
memiliki kemampuan atau karena kefasikannya maka hendaklah hal itu diungkapkan
kepada orang yang memiliki wewenang atau kemampuan untuk menggantikan orang
tersebut dengan orang lain yang lebih mampu, tidak mudah tertipu dan istiqomah.
5.Apabila kefasikan atau bid’ah yang dilakukannya
sudah tampak terang maka dibolehkan mengungkapkan yang tampak terang itu saja
dan tidak dibolehkan baginya mengungkapkan aib-aib selain itu kecuali jika ada
sebab lainnya.
6.Sebagai pengenalan atau pemberitahuan… apabila
seseorang telah dikenal dengan gelar si Rabun, si Pincang, si Biru, si Pendek,
si Buta, si Buntung atau sejenisnya maka dibolehkan baginya untuk
mengenalkannya dengan perkataan itu dan diharamkan menyebutkannya dengan maksud
menghinakannya akan tetapi jika dimungkinkan untuk pengenalannya dengan selain
gelar-gelar itu maka hal ini lebih utama. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal
11445 – 1146)
Dengan demikian
dibolehkan mengungkapkan aib korupsi yang dilakukan para pejabat dikarenakan
adanya kemaslahatan didalamnya yaitu untuk menghentikan kezhalimannya yang
dapat merugikan negara dan menyengsarakan masyarakat dan agar para pejabat
lainnya tidak melakukan perbuatan itu atau pun agar pejabat itu diganti dengan
pejabat lainnya yang lebih baik dan amanah.
MENTAATI PEMIMPIN
Selain
hadits-hadits yang anda sebutkan diatas yang memerintahkan seorang muslim untuk
mendengar dan menaati pemimpinnya maka terdapat hadits-hadits lainnya, diantaranya
:
Sabda
Rasulullah saw,”Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemui keadaan
itu?’ Beliau saw bersabda,”Hendaklah engkau berkomitmen (iltizam) dengan
jama’atul muslimin dan imam mereka.” (HR. Bukhori)
Sehingga
apabila seorang pemimpin suatu organisasi atau jamaah atau seorang penguasa
suatu negeri memerintahkan kemaksiatan walaupun dirinya masih melaksanakan
shalat maka ia tidak boleh ditaati karena tidak ada ketaatan didalam maksiat
kepada Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidak ada ketaatan dalam
suatu kemaksiatan akan tetapi ketaatan kepada hal yang ma’ruf.” (HR. Bukhori
dan Muslim)
artikel ini cuma sebagai bahan rujukan untuk mengambil suatu kesimpulan bagaimana dasar hukumnya mengenai pengungkapan aib/kejahatan sesorang ditinjau dari hukum islam, dan kesimpulan akhirnya saya serahkan kepada para pembaca,,
<<<<
What's on Line at Wynn Las Vegas to Open in July 2022?
BalasHapusThe Wynn Las Vegas will add an MGM Resorts 춘천 출장샵 casino 고양 출장마사지 along the Las Vegas 원주 출장샵 Strip as part 전라남도 출장안마 of its $150 million expansion into 사천 출장안마 the Las Vegas Strip